Selasa, 08 Februari 2011

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER – 2/PJ/2011

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER – 2/PJ/2011


TENTANG

TATA CARA PENERIMAAN DAN PENGOLAHAN
SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN
)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

  1. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 185/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan;
  2. bahwa untuk memperlancar pelaksanaan tugas penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sehubungan dengan adanya perubahan dan penyempurnaan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai beserta Lampirannya;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN);

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 185/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan;
  4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-147/PJ/2006 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Bagi Pemungut PPN;
  5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN);
  6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-45/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENERIMAAN DAN PENGOLAHAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN).


Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
  1. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut dengan KPP adalah Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau tempat Pemungut Pajak Pertambahan Nilai terdaftar.
  2. Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan, yang selanjutnya disebut dengan KP2KP adalah Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan yang berada dalam wilayah KPP.
  3. Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disebut dengan PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan perubahannya.
  4. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut dengan Pemungut PPN adalah bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah tersebut.
  5. Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disebut dengan SPT adalah:
    a. bagi PKP yang melaporkan tidak lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen (Faktur Pajak/dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dan/atau Nota Retur/Nota Pembatalan) pada setiap Lampiran SPT dalam 1 (satu) Masa Pajak adalah SPT Masa PPN dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau dalam bentuk data elektronik;
    b bagi PKP yang melaporkan lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen (Faktur Pajak/dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dan/atau Nota Retur/Nota Pembatalan) pada salah satu Lampiran SPT dalam 1 (satu) Masa Pajak adalah SPT Masa PPN dalam bentuk data elektronik;
    c bagi Pemungut PPN adalah SPT Masa PPN dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau dalam bentuk data elektronik.
  6. Lampiran SPT:
    a. bagi PKP yang tidak menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan adalah Formulir 1111 AB, Formulir 1111 A1, Formulir 1111 A2, Formulir 1111 B1, Formulir 1111 B2, dan Formulir 1111 B3;
    b bagi PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan adalah Formulir 1111 A DM dan Formulir 1111 R DM;
    c bagi Pemungut PPN adalah Lampiran 1 SPT dan Lampiran 2 SPT.
  7. SPT Lengkap adalah SPT yang semua elemen SPT Induk dan semua Lampiran yang dipersyaratkan telah diisi dan disampaikan dengan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya.
  8. Tempat Pelayanan Terpadu yang selanjutnya disebut dengan TPT adalah tempat pelayanan perpajakan terintegrasi pada KPP dengan menggunakan sistem komputer untuk meningkatkan pelayanan kepada PKP.
  9. e-SPT adalah aplikasi pengisian SPT yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
  10. Data elektronik adalah data SPT Masa PPN yang dihasilkan dari e-SPT.
  11. Media elektronik adalah sarana penyimpanan data elektronik yang dapat digunakan untuk memindahkan data dari suatu komputer ke komputer lainnya, antara lain flash disk dan Compact Disc (CD).
  12. Penyedia Jasa Aplikasi (Application Service Provider) yang selanjutnya disebut dengan ASP adalah perusahaan yang telah ditunjuk dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagai perusahaan yang dapat menyalurkan penyampaian SPT Masa PPN secara elektronik ke Direktorat Jenderal Pajak.
  13. e-Filing adalah suatu cara penyampaian SPT yang dilakukan secara on-line yang real time melalui laman Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) atau ASP.
  14. Tanda Terima SPT adalah Bukti Penerimaan Surat yang selanjutnya disebut dengan BPS, yang dihasilkan dari menu penerimaan SPT untuk disampaikan kepada PKP atau Pemungut PPN.
  15. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian SPT Masa PPN dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
  16. Pengujian data adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kebenaran pengisian data elektronik Induk SPT Masa PPN dan Lampiran SPT Masa PPN.
  17. Perekaman SPT adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memasukkan semua unsur SPT ke dalam basis data perpajakan dengan cara antara lain merekam, uploading, dan/atau memindai (scanning).
  18. Loading adalah kegiatan memindahkan data/informasi digital dari media digital atau jaringan komunikasi data ke sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak.
  19. Pengolahan SPT adalah serangkaian kegiatan yang meliputi penelitian, pengujian data, validasi, dan perekaman/loading SPT.

Pasal 2

(1) PKP atau Pemungut PPN menyampaikan SPT dengan kelengkapan sebagai berikut:
  1. Bagi PKP yang tidak menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan, SPT terdiri dari:
    1) Induk SPT Masa PPN 1111 - Formulir 1111 (F.1.2.32.04);
    2) Formulir 1111 AB - Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan (D.1.2.32.07);
    3) Formulir 1111 A1 - Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP (D.1.2.32.08);
    4) Formulir 1111 A2 - Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak (D.1.2.32.09);
    5) Formulir 1111 B1 - Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Impor BKP dan Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari Luar Daerah Pabean (D.1.2.32.10);
    6) Formulir 1111 B2 - Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Perolehan BKP/JKP Dalam Negeri (D.1.2.32.11); dan
    7) Formulir 1111 B3 - Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan atau yang Mendapat Fasilitas (D.1.2.32.12).
  2. Bagi PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan, SPT terdiri dari:
    1) Induk SPT Masa PPN 1111 DM - Formulir 1111 DM (F.1.2.32.05);
    2) Formulir 1111 A DM - Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak (D.1.2.32.13); dan
    3) Formulir 1111 R DM - Daftar Pengembalian BKP dan Pembatalan JKP oleh PKP yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan (D.1.2.32.14).
  3. Bagi Pemungut PPN, SPT terdiri dari:
    1) Induk SPT - Formulir 1107 PUT (F.1.2.32.02);
    2) Lampiran 1 Daftar PPN dan PPnBM Yang Dipungut Oleh Bendaharawan Pemerintah - Formulir 1107 PUT 1 (D.1.2.32.03); dan
    3) Lampiran 2 Daftar PPN dan PPnBM Yang Dipungut Oleh Selain Bendaharawan Pemerintah - Formulir 1107 PUT 2 (D.1.2.32.04)
(2) SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. huruf a atau huruf b wajib diisi oleh setiap PKP;
  2. huruf c wajib diisi oleh setiap Pemungut PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(3) SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilampiri dengan lampiran-lampiran lainnya yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


Pasal 3

(1) SPT dapat berbentuk:
  1. formulir kertas (hard copy); atau
  2. data elektronik, yang disampaikan:
    1) dalam media elektronik; atau
    2) melalui e-Filing.
(2) SPT dapat disampaikan oleh PKP atau Pemungut PPN dengan cara manual, yaitu:
  1. disampaikan langsung ke KPP atau KP2KP; atau
  2. disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, dengan bukti pengiriman surat, ke KPP atau KP2KP.
(3) Dalam hal SPT disampaikan dalam bentuk media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1), PKP atau Pemungut PPN harus menggunakan e-SPT dan Induk SPT tetap disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy).
(4) SPT dalam bentuk data elektronik dapat disampaikan oleh PKP melalui e-Filing, yang tata cara penyampaiannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(5) Penyampaian SPT dengan cara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah penyampaian SPT yang Induk SPT-nya disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy), sedangkan Lampiran SPT dapat disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau dalam bentuk media elektronik.


Pasal 4

SPT dianggap tidak lengkap apabila:
  1. Nama dan/atau NPWP tidak dicantumkan dalam SPT;
  2. Elemen-elemen Induk SPT dan Lampiran SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak atau kurang lengkap diisi;
  3. Induk SPT tidak ditandatangani oleh PKP atau Pemungut PPN;
  4. Induk SPT ditandatangani oleh Kuasa PKP atau Kuasa Pemungut PPN, tetapi tidak dilampiri Surat Kuasa Khusus;
  5. SPT Kurang Bayar tetapi tidak dilampiri Surat Setoran Pajak/bukti Pbk;
  6. SPT yang Lampiran SPT dan lampiran-lampiran lainnya yang dipersyaratkan tidak disampaikan, kecuali tidak ada data yang dilaporkan dalam Lampiran SPT tersebut;
  7. SPT disampaikan dalam bentuk kertas (hardcopy) oleh PKP yang wajib menyampaikan SPT dalam bentuk media elektronik (e-SPT) sesuai peraturan perundangan-undangan perpajakan.
  8. Dalam hal SPT disampaikan dalam bentuk media elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 1) berdasarkan pengujian data, diketahui:
    a. induk SPT hasil cetakan yang disampaikan oleh PKP atau Pemungut PPN tanpa disertai Lampiran SPT dalam bentuk media elektronik;
    b. induk SPT hasil cetakan yang disampaikan oleh PKP atau Pemungut PPN tidak sesuai dengan Induk SPT yang ada dalam bentuk media elektronik;
    c. elemen-elemen data elektronik dalam bentuk media elektronik yang disampaikan oleh PKP atau Pemungut PPN tidak diisi atau diisi tidak lengkap;
    d. data elektronik dalam bentuk media elektronik yang disampaikan oleh PKP atau Pemungut PPN tidak dapat diproses pada sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak.

Pasal 5

(1) Terhadap SPT Lengkap yang disampaikan secara langsung diberikan tanda bukti penerimaan SPT setelah dilakukan proses penelitian dan/atau pengujian data.
(2) Terhadap SPT yang disampaikan secara tidak langsung melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir dengan tanda bukti pengiriman surat, tanda bukti pengiriman surat dianggap sebagai tanda bukti penerimaan SPT dan tanggal penerimaan SPT.
(3) Dalam hal pengujian data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 8 belum dapat dilakukan karena sarana komputer tidak berfungsi atau tempat penerimaan SPT belum dilengkapi dengan sarana pengujian data (SPT loader), terhadap SPT tersebut yang disampaikan secara langsung oleh PKP atau Pemungut PPN diberikan tanda bukti penerimaan SPT.
(4) Tanda bukti penerimaan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dianggap sah, apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal tanda bukti penerimaan SPT, KPP atau KP2KP tidak menerbitkan Surat Penolakan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 6

KPP atau KP2KP yang bersangkutan wajib menolak:
  1. SPT Tidak Lengkap yang disampaikan oleh PKP atau Pemungut PPN dengan cara manual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2); dan/atau
  2. SPT yang disampaikan oleh PKP atau Pemungut PPN tetapi tidak sesuai dengan SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

Pasal 7

(1) Tata cara penerimaan dan pengolahan SPT pada KPP dan KP2KP adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2) Tata cara penerimaan dan pengolahan SPT yang disampaikan melalui e-Filing mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(3) Tata cara penelitian SPT adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 8

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku maka Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-160/PJ/2006 tentang tata cara penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) tetap berlaku, sepanjang digunakan untuk pelaporan SPT Masa PPN sampai dengan Masa Pajak Desember 2010.


Pasal 9

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan diberlakukan untuk penerimaan dan pengolahan SPT Masa PPN mulai Masa Pajak Januari 2011.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.



Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 11 Januari 2011
DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd.

MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 195104281975121002

Tidak ada komentar: